Langsung ke konten utama

Menyusui pun Butuh Bantuan Ayah

MENYUSUI merupakan proses belajar. Bukan hanya bagi ibu, tetapi juga bayi dan anggota keluarga lainnya, termasuk ayah. Diperlukan hubungan pola menyusui tripartit antara ayah, ibu, dan bayi.

Hal ini terbukti dari hasil disertasi Strategic Roles of Fathers in Optimizing Breastfeeding Practices: A Study in an Urban Setting of Jakarta yang dilakukan Ir. Judhiastuty Februhartanty, MSc, untuk meraih program doktor di FKUI. Hasil disertasi dengan nilai judisium cum laude dipaparkan Januari lalu di FKUI dengan promotor Prof. DR. Rulina Suradi, Sp.A(K), IBCLC.

Penelitian tersebut melibatkan 536 pasangan suami-istri yang punya bayi berusia 0-6 bulan di enam wilayah Jakarta Selatan. Responden adalah ibu rumah tangga yang secara umum terlihat sehat dan tinggal dalam satu rumah dengan ayah kandung bayi, ibu pernah menyusui, dan ibu melahirkan bayi tunggal cukup bulan melalui persalinan normal.

Peran ayah ditentukan berdasarkan tindakan ayah selama masa kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan ibu. Berbagai tindakan ayah selama masa tersebut dijabarkan. Setiap tindakan positif yang dilakukan ayah dianggap sebagai tindakan yang mendukung.

Berdasarkan tipologi peran ayah yang diterapkan pada studi ini, diperoleh hasil bahwa peran 1 (mencari informasi mengenai pemberian ASI dan pola pemberian makan bayi) dipraktikkan oleh 38 persen ayah, peran 2 (berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai cara pemberian makan saat ini) oleh 23,1 persen, peran 3 (memilih tempat untuk melakukan pemeriksaan kehamilan, persalinan, dan pemeriksaan kesehatan pasca persalinan) 74,8 persen ayah, peran 4 (tingkat keterlibatan ayah selama kunjungan pemeriksaan kehamilan) oleh 53,9 persen ayah, peran 5 (memiliki sikap positif terhadap kehidupan pernikahan mereka) oleh 60,3 persen ayah, dan peran 6 (terlibat dalam berbagai kegiatan perawatan anak) oleh 56,5 persen ayah.

Dalam penelitian ini berhasil dibuat profil rumah tangga tipe A, B, C, D atas dasar karakteristik yang dimiliki ayah dan praktik pemberian ASI oleh ibu. Ayah dan ibu yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai hal-hal yang terkait dengan pemberian ASI, saling berinteraksi satu sama lain, telah membangun hubungan yang baik dalam pengasuhan anak secara bersama-sama, diketahui sebagai faktor kunci yang memengaruhi secara positif praktik pemberian ASI eksklusif.

Sebaliknya, ibu bekerja, pasangan suami istri yang kurang memiliki pengetahuan serta memiliki pembagian yang sangat kaku mengenai domain laki-laki dan perempuan, diketahui sebagai faktor kunci kegagalan ibu dalam mempraktikkan pemberian ASI eksklusif.

Dalam presentasinya, Judhy menyarankan pentingnya pemberian informasi tentang ASI eksklusif dan inisiasi menyusu dini sebelum berlangsungnya masa kehamilan kepada ayah dan ibu. Jangan sampai timbul salah pengertian dari orangtua yang merasa anaknya menjadi inferior karena hanya diberi ASI.

Author : Diana Yunita Sari
Source : Gaya Hidup Sehat
diambil dari: kompas.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MINAT FIKSI DI BULAN INI

Kata-kata tak dibuat, ia berkembang sendiri. Tiba-tiba tulisan itu menggema begitu saja di otakku. Kalimat itu memang kutipan dialog antara Anne dan Phill di buku ketiga seri Anne of Green Gables. Entah kapan tepatnya, aku semakin addict dengan novel klasik. Padahal genre metropop yang baru saja kutuntaskan tak kalah menarik. Tapi setelah menamatkan genre metropop tadi, tak ada keinginan kuat untuk mengulasnya, atau paling tidak untuk memikirkan sususan kalimatnya berulang kali, sebagaimana yang kurasakan setelah menuntaskan novel klasik. Aku tak ingat persis duduk di kelas berapa saat aku tergila-gila pada Tom Sawyer-nya Mark Twain. Buku itu dipinjamkan tetangga sebelah untuk kakak sulungku yang saat itu mengajar di sebuah tsanawiyah swasta yang baru buka. Buku yang sebenarnya milik pustaka sekolah negeri pertama di kampungku itu, masih dalam ejaan lama. Sampulnya menampilkan tiga bocah yang tak terlalu lucu. Salah satunya mengenakan celana over all dan kemeja putih yang l...

Perempuan Itu...

“Nda, barusan teman kantor Ayah telfon, katanya mau minta tolong…” si ayah tiba-tiba sudah di depan pintu begitu aku keluar dari kamar mandi. Dengan pakaian ‘dinas’-nya yang penuh peluh. Kami tadi baru dari farm. Aku meninggalkan mereka yang sedang melakukan anamnesa ternak karena sudah saatnya mandi sore. “Hm, ya… ” jawabku sambil menatapnya sejenak, pertanda menunggu kelanjutan ceritanya. “Ada anak perempuan yang diusir keluarganya karena pregnant diluar nikah. Sekarang sedang terkatung-katung, nggak tau harus kemana… ” “Astaghfirullah… ” “Yah, teman Ayah itu nanya, bisa ditampung sementara di sini, nggak?” Saat ini menjelang maghrib, yang terbayang dibenakku hanya seorang wanita dengan kondisi fisik dan psikis yang labil. “Ya, bawa aja dulu ke sini. Ntar bisa inap di kamar Irsa…” sebenarnya belum tuntas rasa kagetku. Raut wajah kami sama-sama prihatin. Tapi sepertinya kami benar-benar sibuk dengan pikiran masing-masing. Semacam bisikan kemelut antara pro dan kontra. “Ya...

Menapak Bumi, Menggapai Ridha Allah

Menjelang sore di panti asuhan Muhammadiyah Sibreh. Suasana lembab, matahari malu-malu menampakkan diri, sementara sisa gemuruh setelah hujan masih terdengar sayup. “Happily never after” sendu mengalun. Sore ini ingin rehat sejenak sambil menyeruput secangkir teh tubruk aroma melati yang diseduh dengan air panas, uapnya mengepulkan aroma melati yang khas. Melewati tengah malam, masih di panti asuhan Muhammadiyah Sibreh. Pekat malam ditingkahi riuh rendah suara jangkrik, alam yang selalu bertasbih siang dan malam tak kenal waktu, semakin menegaskan kebenaran postulat itu. Allah itu ada, kebenaran yang tak terbantahkan, yakin ataupun tak percaya sekalipun, Dia tetap saja ada. Setiap rehat jari ini mencoba kembali menari diatas kibor qwerty, setiap itu pula banyak sekali tantangannya, jelas waktu yang kupunya serasa tak cukup jika dibandingkan dengan begitu banyaknya hal yang ingin kukerjakan. Ingin mengerjakan ini dan itu, sementara pekerjaan lain sudah merengek ingin dijamah pula, hm...