Langsung ke konten utama

Curhat Jalan Raya

BUKAN SEMBARANG CURHAT

Judul Buku : “CURHAT” JALAN RAYA
Penulis : Iva Avianty dkk.
Penerbit : Leutika, Yogyakarta, 2010
Harga : Rp 39.000
Tebal : ± 209 hal

Kalau ada orang datang ke rumah Anda kemudian curhat tentang polemik keluarga atau kebisingan para tetangga, itu sih, sudah biasa. Tetapi, kalau ada sekumpulan orang yang ngerumpi tentang keadaan jalan raya, baru kita anggap sesuatu yang luar biasa.

30 kisah yang dirangkum dalam buku “Curhat” Jalan Raya ini, bercerita seputar keluh kesah pengguna jalan raya. Mulai dari menghadapi tingkah unik para pengamen, supir angkot, angkot yang super duper unik, polisi Lantas yang mendadak berubah jadi ‘preman berseragam’, jalan raya yang multifungsi alias suka berubah jadi pasar kaget, tempat parkir, Tempat Pembuangan Akhir, sampai jalan raya yang menjadi lokasi konvoi brutal para penganar jenazah di Makassar.

Cerita yang disajikan para kontributor dengan berbagai macam gaya menulis ini, setidaknya bisa menjadi gambaran buruknya perilaku lalu lintas bangsa kita. Bisa juga menohok berbagai pihak, termasuk kita tentunya, yang juga pengguna rutin jalan raya. Namun, seperti kata orang bijak yang dikutip Pena Hijau pada Bab Konvoi Brutal Pengantar Jenazah, “Walaupun ada malaikat yang turun dari langit membisikkan kamu kebenaran, jika kamu tidak punya kesadaran, maka kamu akan menolak kebenaran itu”.

Yap, kesadaran! Bagaimanapun kondisi yang buruk, bahkan bisa dikatakan kondisi yang sedemikian parah di jalan raya seluruh pelosok nusantara kita, sebenarnya akibat tak ada kesadaran dari berbagai pihak. Mulai dari pemerintah kita yang tidak bijak, baca saja di Bab Awaas, Pejabat Mau Lewat!, Kubangan Kerbau, dan Jembatan yang Kutunggu, Kutunggu... Tiada yang Buat.

Dibutuhkan juga kesadaran pihak yang harusnya mengayomi, jangan justru memperburuk situasi. Cerita ini ada pada Bab Preman Berseragam dan Hampir Celaka Karena Ikuti Isyarat Lampu. Para supir Angkot, masyarakat luas, termasuk kita para pengguna rutin jalan raya.

Semuanya penting untuk menyadari segala hal yang berkaitan dengan kenyamanan lalu lintas. Bukan sekedar kenyamanan, perkara taat lalu lintas ini menyangkut banyak jiwa.

Teramat konyol rasanya kalau begitu banyak nyawa melayang hanya karena lubang di jalan Cinere yang tak kunjung diperbaiki. Kisah tragis seorang anak SD yang tewas di tempat setelah sepeda motor terguling tepat di salah satu kubangan. Anak tersebut terlempar cukup jauh dan tak sempat bangun, truk yang sedang melaju di belakang motor itu tanpa ampun menggilasnya (Kubangan Kerbau, hal. 90)

Nah, penasaran tidak, tentang curhat-curhat unik yang membawa manfaat ini? Yup, tentu saja membawa manfaat. Sebab di buku ini kita disadarkan dengan banyak hal yang sering kali luput dari ingatan kita. Dengan cara yang tak menggurui, para penulis mengajak kita lebih bijak menggunakan jalan raya.Memang ada beberapa salah ketik dan penggunaan EYD yang tidak pada tempatnya. Hal ini sedikit mengganggu kenyamanan pembaca.

Over all, buku Curhat Jalan Raya yang merupakan kumpulan karya terbaik dari 279 peserta Lomba Curhat Jalan Raya ini, bisa jadi bacaan kajian populer yang disajikan secara ringan dan mengasyikkn buat segala usia. Buku ini bisa diperoleh di toko buku terdekat atau bisa langsung memesan ke www.leutikaprio.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis Uap Kopi

Kau seperti kepulan asap kopi pagi yang hadir sejenak dan berlalu pergi meninggalkan berjuta sensasi rasa di indera bauku, merasuki otakku, dan mendiami alam bawah sadarku. "Terima kasih atas kunjungannya, silakan datang lagi." hari ketiga kucoba berhenti dipecundangi amukan grogi walau yang kudapati hanya selarik senyum basabasi.  Barangkali yang kemarin ada juga artinya bagimu yang biasanya hanya singgah di kafe kami hari Sabtu, hari Minggu ini kau datang lagi dan tentu saja sendiri seperti biasa. "Sanger panas, kan?" tanyaku sok akrab dengan senyuman khas pramusaji.  "Ah, ya!" wajahmu sedikit kaget. Dengan spontan kau membetulkan letak kacamata yang bertengger di hidung bangirmu. Memperhatikanku sekilas dan duduk di bangku biasa dengan wajah bergurat tanya. Aku sedikit menyesal menyapamu dengan cara itu. Aku khawatir mengganggu privasimu sebagai pelanggan dan tentu saja aku mulai cemas kalau tiba-tiba esok kau enggan singgah...

Monster kecil

Anakku dan sepupunya yang usianya terpaut enam bulan, adalah dua monster kecil yang selalu saja membuat setiap orang didekatnya menjerit histeris. Bukan karena sangking kompaknya mengerjai orang lain, tapi betapa kreatifnya mereka dalam hal mencari celah untuk diperselisihkan, untuk menjadi rebutan dan yang pastinya membuat keributan yang akan membuat setiap orang menjerit kaget. Seorang anak yang sedang dalam usia terrible two dan yang seorang lagi melewati usia tiga tahunan. Luar biasa keributan yang mereka ciptakan setiap hari. Anakku bisa bermain dengan durasi yang cukup panjang dengan teman-temannya semasa diseputar komplek rumah kami dulu, lalu saat kami pindah rumahpun, ada tiga orang anak yang hampir setiap sore mampir ke rumah untuk bermain, memang timing bermainnya hanya sore hari menjelang maghrib, saat sudah makan dan tidur siang, kemudian mandi dan minum susu sore. Lalu saat ini ketika pulang ke kampunghalamanku, kerjanya hanya bermain dengan sepupu-sepupunya dari pagi hi...

Kesempatan yang Hilang

Kepalaku sedikit berat, mataku berdenyar dan belum seluruhnya menangkap bayangan di sekitar. Aku merasakan de javu di detik berikutnya. Ada meja putih di sudut dengan tumpukan buku-buku tebal, dinding yang dipenuhi rak berisi novel-novel klasik Lucy Montgomery, Jane Austen, dan Leo Tolstoy. Bukan saja serinya yang lengkap, tapi judul yang sama dari beberapa penerbit. Siapa pula yang suka membeli buku yang sama dengan hanya berbeda pengalih bahasa saja. “Beda penerjemah, beda lagi rasa membecanya, lo! ” Ah, siapa itu yang selalu berbicara tentang the art of story telling dengan mata berbinar selain dia. Ah, kuperhatikan jendela dengan tirai warna dasar putih bermotif abstrak hitam dan merah. Semakin karib di memori. Penyuka warna putih dan hitam. Monokrom... “Oh, Sa! Kamu sudah bangun? Duh, maaf Ibu juga ketiduran!" Ibu...kok? di mana ini? Aku   menyipitkan mata dan coba memanggil semua ingatan yang ada. “Ayo, sudah sore. Ibu lihat kamu dari tadi tidur t...