Langsung ke konten utama

Catatan Koor. LRS Chapter Aceh Besar


Sudah lewat medio Maret. Aku bahkan sudah pesimis menunggu kedatangan paket buku LRS bulan ini. Laporan bulan Januari dan Februari kugabunngkan jadi satu bulan lalu. Aku ingat terakhir kali mengecek e-mail dengan pulsa Inet-ku yang sekarat, status laporan itu “failure”. Aku bermaksud mengonfirmasi tapi tak bisa. Hingga menjelang penghujung Maret ini, aku masih tak bisa OL via PC. Hanya beberapa kali mengecek inboks FB melalui handphone dengan visualisasi yang terbatas.

Mungkin ini memang kelalaianku kalau sampai chapter Aceh Besar di nonaktifkan, pikirku. Tapi betapa surprise-nya aku ketika abang pos yang biasa mengantar paket mengucapkan salam dari halaman rumah. Aku bergegas mengenakan jilbab dan dengan sumringah menerima paketan itu setelah membubuhkan tanda tangan di slip penerimaan. Setelah membuka isinya, aku mencoba membuat catatan kecil ini.

 Belum tahu kapan modemku akan diperbaiki dan berganti kartu. Tapi aku harus tetap melakukan tugas meresensi buku-buku yang sudah dikirim, walau apapun keputusan Leutika untuk LRS Chapter Aceh Besar.

Sejauh ini Leutika sudah banyak membantu kami, mengirimkan buku secara rutin dan cuma-cuma. Dengan beragam genre, terutama novel dan Kumcer sangat menarik minat anak-anak asuh di panti kami. Buku-buku Leutika dirasa cocok karena tema yang hangat dan sajian yang fresh dari penulis-penulis yang mulai menancapkan kuku di kancah kepenulisan nasional. Sebagian buku yang dikirim berlini indie dan tetap memiliki nilai pikat.

Adapun kekurangan buku-buku tersebut bisa menjadi ajang pembelajaran yang sangat berarti bagi anggota dan anak-anak sebagai pembanding dan pemicu semangat untuk mulai menulis. Jadi, selain minat baca yang meningkat, muncul pula tunas-tunas penulis baru. Bahkan anak yang dulunya malas membaca, mulai ikut-ikutan memilih-milih buku dan membaca sinopsisnya karena penasaran.

Sekarang tinggal tugasku sebagai koordinator untuk mengkoordinir pertemuan offline dan memastikan para anggota berperan aktif dalam diskusi dan  menulis resensi sebagian besar buku-buku yang sudah dikirim.

Terkadang kesibukan para anggota membuatku harus menyiasati pertemuan offline yang hanya melibatkan anak-anak panti tanpa anggota resmi LRS chapter Aceh Besar. Kemudian bertemu dengan dua atau salah satu anggota di lain kesempatan dan berbagi tugas resensi.



Paketan kali ini dibungkus sangat rapi, tepatnya jauh lebih rapi dari biasanya. Bisa aku bayangkan betapa telaten dan tentu saja orang yang mengepak ini merasakan lelah sedikit banyaknya. Diselipkan juga di dalamnya enam eks notes cantik yang besar dugaan untuk dibagikan kepada anggota LRS yang berjumlah 5 orang. Baiklah, rasanya semangatku datang lagi :)Waktunya mengabarkan dan membuat rencana pertemuan berikutnya dengan seluruh anggota.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ah Garing!

Aku tidak lagi muda, tapi aku juga belum terlalu tua lho... sudah sejak lama aku memendam hasrat ingin menjadi penulis. Aku memang sering menulis. Tulisan-tulisanku umumnya adalah kejadian sehari-hari dalam hidupku. Semuanya konyol dan tak bermutu saat kubaca ulang. Oh God, aku merasa semakin putus harapan. Apa aku memang terlahir dengan bakat untuk menulis semua tulisan-tulisan tak berbobot sekaligus konyol plus tak layak dibaca.? Sungguh menyedihkan. Siapa nyana dibalik keseringanku menulis ini tak ada satupun tulisan yang bisa memberikanku kepercayaan diri untuk mempublikasikan setelah aku membacanya kembali. Atau sebaiknya semua tulisan yang aku buat tak usah dibaca lagi sehingga tidak menjatuhkan mentalku? Satu hal lagi yang paling bodoh adalah aku sering tidak menyelesaikan tulisanku. Bahkan mungkin tulisan kali inipun tak juga rampung. Tapi entahlah, sebenarnya tak bisa kukatakan entahlah karena semuanya tergantung padaku. Apa aku mau menyelesaikannya atau kutinggal saja sebelu...

MINAT FIKSI DI BULAN INI

Kata-kata tak dibuat, ia berkembang sendiri. Tiba-tiba tulisan itu menggema begitu saja di otakku. Kalimat itu memang kutipan dialog antara Anne dan Phill di buku ketiga seri Anne of Green Gables. Entah kapan tepatnya, aku semakin addict dengan novel klasik. Padahal genre metropop yang baru saja kutuntaskan tak kalah menarik. Tapi setelah menamatkan genre metropop tadi, tak ada keinginan kuat untuk mengulasnya, atau paling tidak untuk memikirkan sususan kalimatnya berulang kali, sebagaimana yang kurasakan setelah menuntaskan novel klasik. Aku tak ingat persis duduk di kelas berapa saat aku tergila-gila pada Tom Sawyer-nya Mark Twain. Buku itu dipinjamkan tetangga sebelah untuk kakak sulungku yang saat itu mengajar di sebuah tsanawiyah swasta yang baru buka. Buku yang sebenarnya milik pustaka sekolah negeri pertama di kampungku itu, masih dalam ejaan lama. Sampulnya menampilkan tiga bocah yang tak terlalu lucu. Salah satunya mengenakan celana over all dan kemeja putih yang l...

Perempuan Itu...

“Nda, barusan teman kantor Ayah telfon, katanya mau minta tolong…” si ayah tiba-tiba sudah di depan pintu begitu aku keluar dari kamar mandi. Dengan pakaian ‘dinas’-nya yang penuh peluh. Kami tadi baru dari farm. Aku meninggalkan mereka yang sedang melakukan anamnesa ternak karena sudah saatnya mandi sore. “Hm, ya… ” jawabku sambil menatapnya sejenak, pertanda menunggu kelanjutan ceritanya. “Ada anak perempuan yang diusir keluarganya karena pregnant diluar nikah. Sekarang sedang terkatung-katung, nggak tau harus kemana… ” “Astaghfirullah… ” “Yah, teman Ayah itu nanya, bisa ditampung sementara di sini, nggak?” Saat ini menjelang maghrib, yang terbayang dibenakku hanya seorang wanita dengan kondisi fisik dan psikis yang labil. “Ya, bawa aja dulu ke sini. Ntar bisa inap di kamar Irsa…” sebenarnya belum tuntas rasa kagetku. Raut wajah kami sama-sama prihatin. Tapi sepertinya kami benar-benar sibuk dengan pikiran masing-masing. Semacam bisikan kemelut antara pro dan kontra. “Ya...