“Pedangdut adalah cerminan kehidupan dilematis. Ekonomi rakyat pinggiran, eksotisme, erotisme, dan tentunya pupularitas tertuang dalam keidupan mereka. Dan DD, telah sukses merekam segala problematika tersebut” (Hermes Dione, penerjemah, penulis novel Sedara Cinta.
Melihat cover dan judul novel ini sepintas lalu, bisa saja membuat kita kehilangan passion untuk mulai membuka lembarannya. Itulah yang pertama sekali saya rasakan. Tapi ternyata statemen “don’t judge a book by its cover” berlaku di sini. Saya sendiri surprised ternyata saya bisa menyelesaikan novel yang tebalnya ±233 halaman ini hanya dalam kurun waktu dua jam setengah.
Durasi yang wajar, tapi biasanya waktu serupa saya habiskan untuk bacaan yang cukup populer dan mendapat rekomendasi berkali-kali. Novel ini sekali lagi pantas diacungi jempol untuk plot yang cukup memikat.
DD, Elegi seorang Penyanyi dangdut menceritakan perjalanan seorang Prisyla, yang terobsesi dengan popularitas hingga tega meninggalkan suami dan ketiga anaknya untuk menyusul kesuksesan Yohan, mantan kekasihnya saat menjadi perempuan panggung di kota asalnya Banyuwangi.
Pernak-pernik perjalanan Prisyla menuju panggung dangdut yang megah, diikuti dengan kisah pilu Affandi (suami Prisyla). Setelah ditinggalkan istrinya, Affandi jatuh bangun untuk tetap bertahan dan melangsungkan hidup. Mencoba membesarkan ketiga anaknya dengan membuka usaha sebuah warung nasi yang ia beri nama Warung Nasi Banyuwangi di Ibu Kota.
Pertengahan dan akhir cerita mungkin saja bisa ditebak. Tapi yang paling menyenangkan adalah, penulis mampu membuat pembaca menikmati cerita yang idenya cukup biasa.
Prisyla yang merupakan nama panggung dari Suci Misyla, memang mendapatkan apa yang ia inginkan. Popularitas dan kelimpahan materi. Tapi tentu saja semuanya terasa hambar tak ‘bernyawa’. Hidupnya hampa tanpa cinta yang sesungguhnya. Saat ia ingin kembali, semua jalan seolah sulit untuk membuka. Apalagi saat Prisyla pergi, usia Bara, anak sulung mereka, masih enam tahun, sementara si kembar masih bayi.
Dengan modal uang ‘ejekan’ yang diberikan Yohan kepadanya, Affandi menyusul Prisyla ke ibukota. Affandi berhasil membesarkan ketiga anak lelakinya, walau ia dan Bara harus berbohong pada si kembar dengan mengatakan ibu mereka telah meninggal di selat Bali karena kecelakaan kapal saat mereka sekeluarga pergi berlibur.
Kegigihan Affandi membuahkan hasil. Bara, sulungnya yang beranjak dewasa memiliki karakter yang bijak. Prisyla yang mulai menyadari kekhilafannya berusaha mencari jalan untuk kembali. Namun Bara khawatir kemunculan ibunya akan berdampak buruk untuk kesehatan ayahnya yang memiliki gangguan jantung.
Ronierays mengolah konflik dengan cantik. Ini cukup menarik untuk sebuah ide cerita yang bisa dikatakan biasa. Sebab cerita ini memang sering digarap di serial-serial pendek ataupun bersambung di televisi swasta di Indonesia. Namun Ronierays memolesnya dengan diksi sederhana yang berkesinambungan dan bumbu kejutan di-endingnya.
Celah mana yang akan dimanfaatkan Prisyla untuk kembali meraup cinta sejati dan apakah keluarga kecil ini kembali bersatu seperti sediakala? Hidup memang penuh ironi, novel ini menjadi salah satu karya reflektif yang bisa diambil ibrahnya.
Melihat cover dan judul novel ini sepintas lalu, bisa saja membuat kita kehilangan passion untuk mulai membuka lembarannya. Itulah yang pertama sekali saya rasakan. Tapi ternyata statemen “don’t judge a book by its cover” berlaku di sini. Saya sendiri surprised ternyata saya bisa menyelesaikan novel yang tebalnya ±233 halaman ini hanya dalam kurun waktu dua jam setengah.
Durasi yang wajar, tapi biasanya waktu serupa saya habiskan untuk bacaan yang cukup populer dan mendapat rekomendasi berkali-kali. Novel ini sekali lagi pantas diacungi jempol untuk plot yang cukup memikat.
DD, Elegi seorang Penyanyi dangdut menceritakan perjalanan seorang Prisyla, yang terobsesi dengan popularitas hingga tega meninggalkan suami dan ketiga anaknya untuk menyusul kesuksesan Yohan, mantan kekasihnya saat menjadi perempuan panggung di kota asalnya Banyuwangi.
Pernak-pernik perjalanan Prisyla menuju panggung dangdut yang megah, diikuti dengan kisah pilu Affandi (suami Prisyla). Setelah ditinggalkan istrinya, Affandi jatuh bangun untuk tetap bertahan dan melangsungkan hidup. Mencoba membesarkan ketiga anaknya dengan membuka usaha sebuah warung nasi yang ia beri nama Warung Nasi Banyuwangi di Ibu Kota.
Pertengahan dan akhir cerita mungkin saja bisa ditebak. Tapi yang paling menyenangkan adalah, penulis mampu membuat pembaca menikmati cerita yang idenya cukup biasa.
Prisyla yang merupakan nama panggung dari Suci Misyla, memang mendapatkan apa yang ia inginkan. Popularitas dan kelimpahan materi. Tapi tentu saja semuanya terasa hambar tak ‘bernyawa’. Hidupnya hampa tanpa cinta yang sesungguhnya. Saat ia ingin kembali, semua jalan seolah sulit untuk membuka. Apalagi saat Prisyla pergi, usia Bara, anak sulung mereka, masih enam tahun, sementara si kembar masih bayi.
Dengan modal uang ‘ejekan’ yang diberikan Yohan kepadanya, Affandi menyusul Prisyla ke ibukota. Affandi berhasil membesarkan ketiga anak lelakinya, walau ia dan Bara harus berbohong pada si kembar dengan mengatakan ibu mereka telah meninggal di selat Bali karena kecelakaan kapal saat mereka sekeluarga pergi berlibur.
Kegigihan Affandi membuahkan hasil. Bara, sulungnya yang beranjak dewasa memiliki karakter yang bijak. Prisyla yang mulai menyadari kekhilafannya berusaha mencari jalan untuk kembali. Namun Bara khawatir kemunculan ibunya akan berdampak buruk untuk kesehatan ayahnya yang memiliki gangguan jantung.
Ronierays mengolah konflik dengan cantik. Ini cukup menarik untuk sebuah ide cerita yang bisa dikatakan biasa. Sebab cerita ini memang sering digarap di serial-serial pendek ataupun bersambung di televisi swasta di Indonesia. Namun Ronierays memolesnya dengan diksi sederhana yang berkesinambungan dan bumbu kejutan di-endingnya.
Celah mana yang akan dimanfaatkan Prisyla untuk kembali meraup cinta sejati dan apakah keluarga kecil ini kembali bersatu seperti sediakala? Hidup memang penuh ironi, novel ini menjadi salah satu karya reflektif yang bisa diambil ibrahnya.
Komentar
Posting Komentar