Langsung ke konten utama

“MISS CANTIK”

“MISS CANTIK”
“Oahm...!”
Ups! Bukannya baca ta’awudz, aku malah ‘ber-oam-ria’ bangun pagi ini. Hmm, pagi yang cerah dan tentu saja indah seperti biasanya. Aku akan memulai rutinitas super profesiku. Yup, Profesi full time mother yang entah sampai kapan bisa kunikmati ini, harus benar-benar dimanfaatkan.
“TADA..! Ayuk, bangun abang, hari ini pergi cepat ke sekolah, kan?”
Aku menowel pipi Akib sepintas lalu dan mulai menyiapkan sarapan pagi. Menyalakan dispenser untuk membuatkan kopi susu si Ayah.
Si Ayah yang baru kembali dari masjid langsung menggantikanku mengemong si bungsu Biyya. Biyya selalu lebih awal bangunnya ketimbang bunyi alarm clock di hape kami. Padahal jam wekernya sudah sengaja dimatikan supaya nggak menganggu tidurnya, tapi sama saja.
Just like usual, aku dan Ayah anak-anak kembali mengobrol ringan sambil sarapan. Soalnya semalam si Ayah telat pulang, jadi kami tidak bisa mengobrol agak lama menjelang tidur. Keburu diserang kantuk!
“Ada Miss baru di sekolah Akib”
Aku memulai seperti biasanya.
“O, iya... sepertinya ada memang, pas Ayah antar Akib kemaren, terus?”
Kejar si Ayah.
“Iya, Bunda juga udah tau, kemaren siang dia juga yang antar Akib sampai ke pintu depan. Akib bilang, Nda, Miss Shery cantik sekali!”
Ayahnya mulai tersenyum geli, berikutnya senyum khawatir. Sedikit khawatir jangan-jangan kalimat berikutnya; nah, kecil-kecil udah mulai ngeh sama yang cantk, ini turunan atau emang diajarin Ayahnya. Hehehe..itu kan arti raut wajahnya versi aku saja, yang sebenarnya? Hanya Tuhan dan si Ayah yang tau. Aku melanjutkan obrolan.
“Jadi Bunda bilang, o ya? Miss Shery to namanya? Iya, Kib, dia cantik ya. Udah banyak Miss Akib sekarang, Miss Shery yang paling cantik. Terus, Akib nyambung lagi, Iya, Nda, tapi semua Miss Akib cantik! Miss Ros juga, Miss Nova juga, Miss Tatan juga. Tapi nggak ada yang secantik Bunda!”
Ayahnya semakin tak bisa menahan geli, kuat dugaanku sedikit lagi kopi susu yang baru saja diseruputnya bakal menyembur keluar. Aih, tapi teryata tidak. Sempat juga tegukan itu ditelan. Karena itu akupun melanjutkan kembali.
“Bunda kaget betul. Haaa, betul? Bunda Akib cantik ya? Siapa cantik dengan Miss Shery? Akib tetep aja jawab Bunda yang cantik”
“Hahaha... kan bener, tuh”
Komentar si Ayah sambil tertawa lepas.
Hedeuh..., aku semakin nggak yakin lah. Masa cara bilangnya sambil ketawa gitu. Apalagi aku pernah lihat langsung Miss Shery itu, rupanya sekelas Tamara Blezensky gitu, deh. Tapi si Akib tetep aja ngotot kalau Bundanya perempuan yang paling cantik. Hahahahhah...ampyuuun!

Sibreh, 25 Desember 2010
Celotehan Akib itu menjelang tanggal 22 Desember, bertepatan dengan Hari Ibu. Pulangnya Akib bawa bunga buat Bundanya. Sst..., ada puisinya pula!
“Mother
I love you
You such the moon
You solve my soul
Mother
I love you so much”
Spesial for my Mom, Akib sayang Bunda...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MINAT FIKSI DI BULAN INI

Kata-kata tak dibuat, ia berkembang sendiri. Tiba-tiba tulisan itu menggema begitu saja di otakku. Kalimat itu memang kutipan dialog antara Anne dan Phill di buku ketiga seri Anne of Green Gables. Entah kapan tepatnya, aku semakin addict dengan novel klasik. Padahal genre metropop yang baru saja kutuntaskan tak kalah menarik. Tapi setelah menamatkan genre metropop tadi, tak ada keinginan kuat untuk mengulasnya, atau paling tidak untuk memikirkan sususan kalimatnya berulang kali, sebagaimana yang kurasakan setelah menuntaskan novel klasik. Aku tak ingat persis duduk di kelas berapa saat aku tergila-gila pada Tom Sawyer-nya Mark Twain. Buku itu dipinjamkan tetangga sebelah untuk kakak sulungku yang saat itu mengajar di sebuah tsanawiyah swasta yang baru buka. Buku yang sebenarnya milik pustaka sekolah negeri pertama di kampungku itu, masih dalam ejaan lama. Sampulnya menampilkan tiga bocah yang tak terlalu lucu. Salah satunya mengenakan celana over all dan kemeja putih yang l...

Perempuan Itu...

“Nda, barusan teman kantor Ayah telfon, katanya mau minta tolong…” si ayah tiba-tiba sudah di depan pintu begitu aku keluar dari kamar mandi. Dengan pakaian ‘dinas’-nya yang penuh peluh. Kami tadi baru dari farm. Aku meninggalkan mereka yang sedang melakukan anamnesa ternak karena sudah saatnya mandi sore. “Hm, ya… ” jawabku sambil menatapnya sejenak, pertanda menunggu kelanjutan ceritanya. “Ada anak perempuan yang diusir keluarganya karena pregnant diluar nikah. Sekarang sedang terkatung-katung, nggak tau harus kemana… ” “Astaghfirullah… ” “Yah, teman Ayah itu nanya, bisa ditampung sementara di sini, nggak?” Saat ini menjelang maghrib, yang terbayang dibenakku hanya seorang wanita dengan kondisi fisik dan psikis yang labil. “Ya, bawa aja dulu ke sini. Ntar bisa inap di kamar Irsa…” sebenarnya belum tuntas rasa kagetku. Raut wajah kami sama-sama prihatin. Tapi sepertinya kami benar-benar sibuk dengan pikiran masing-masing. Semacam bisikan kemelut antara pro dan kontra. “Ya...

Menapak Bumi, Menggapai Ridha Allah

Menjelang sore di panti asuhan Muhammadiyah Sibreh. Suasana lembab, matahari malu-malu menampakkan diri, sementara sisa gemuruh setelah hujan masih terdengar sayup. “Happily never after” sendu mengalun. Sore ini ingin rehat sejenak sambil menyeruput secangkir teh tubruk aroma melati yang diseduh dengan air panas, uapnya mengepulkan aroma melati yang khas. Melewati tengah malam, masih di panti asuhan Muhammadiyah Sibreh. Pekat malam ditingkahi riuh rendah suara jangkrik, alam yang selalu bertasbih siang dan malam tak kenal waktu, semakin menegaskan kebenaran postulat itu. Allah itu ada, kebenaran yang tak terbantahkan, yakin ataupun tak percaya sekalipun, Dia tetap saja ada. Setiap rehat jari ini mencoba kembali menari diatas kibor qwerty, setiap itu pula banyak sekali tantangannya, jelas waktu yang kupunya serasa tak cukup jika dibandingkan dengan begitu banyaknya hal yang ingin kukerjakan. Ingin mengerjakan ini dan itu, sementara pekerjaan lain sudah merengek ingin dijamah pula, hm...