Langsung ke konten utama

Laundry Kiloan

Sudah dua bulan ini kami ngelaundy-kiloan, tepatnya sejak Kak Mah sudah tak ada lagi. Sejak wanita bertubuh mungil yang baik hati itu pulang kampung, baju kami sekeluarga jadi kusut masai. Aku kelimpungan meluangkan waktu buat menyetrika baju kami berempat. Tentu saja kekasihku (duile, bilang suamiku saja, kenapa, sih? Sedang kumat lebaynya), tak tega melihatku banting tulang peras keringat untuk tetap membuat baju-baju kami mulus licin alias tersetrika rapi.
Aku sendiri kurang sreg kalau memakai ataupun memakaikan baju untuk anak-anak tanpa disetrika terlebih dulu. Apalagi bungsu kami baru saja berusia setahun, kasian kan, kalau ternyata ada semut, atau apalah yang nyempil di bajunya saat kupakaikan. Sementara ianya belum bisa biccara dan mengatakan ada sesuatu yang tak nyaman. Yang jelas, baju kerja si Ayah tak mungkin dikenakannya tanpa dirapikan oleh setrika. Yang satu ini wajib hukumnya.Whateverlah, intinya, seluruh pakaian kalau bisa sudah disetrika seluruhnya. Termasuk underware.
Setelah sidang pleno dadakan dengan suamiku (jiah, emang apaan?) jadilah kami putuskan untuk mengambil paket bulanan di sebuah jasa laundry terdekat. Jadi tugasku sekarang hanya memasukkan kain kotor ke mesin cuci, menjemur, mengangkat, dan memilah pakaian yang akan dibawa si Ayah ke laundry. Seluruh pakaian kubalik dan kususun di dalam keranjang, tidak lupa memisahkan ‘jeroan’ jangan sampai terbawa ke laundry. Bisa berabe ntar, kalau sempat jeroan juga diurus orang lain.
Memang pekerjaan rumahku jadi lebih ringan. Jasa laundry itu juga punya servis yang cukup memuaskan. Pelayanannya ramah, hasil setrikanya juga rapi dan wangi. Setiap kami jemput, pakaian sudah menunggu di rak depan dengan nama dan faktur copi-an tertempel di dalam bebatan plastik transparan.
Tapi belakangan banyak sekali acara keluarga yang mengharuskan kami berjalan ke sana ke mari. Memang kain kotor selalu aku cuci, kadang tak sempat pun dijemur. Kalau suamiku yang punya waktu, maka ia yang akan menjemur. Tiba-tiba saja jam terbang kami semakin sulit ditebak. Walau lokasi laundry itu selalu kami lewati menjelang pulang, seringkali timing untuk singgah ke sana tak cocok. Biasa karena kami melewatinya saat menjelang azan maghrib. Waktu maghrib kan singkat, jadi kami harus sampai ke rumah lebih cepat. Khawatir kalau harus singgah, kami jadi terlambat shalat maghrib.
Satu hal lagi, waktu kami ingin memakai baju, tiba-tiba saja baju yang dimaksud tidak ada. Pastilah baju itu masih tertinggal di laundry. Alamak! Itulah resiko ngelaundry! Ya sudahlah, pakai yang ada saja dulu. Terus, pernah satu kali, ada baju orang lain yang masuk ke dalam bebatan plastik milik kami. Yah, esoknya kami kembalikan ke jasa laundry tersebut. Kalau baju kami terbawa orang lain? Sejauh ini belum sih, dan mudah-mudahan tidak terjadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis Uap Kopi

Kau seperti kepulan asap kopi pagi yang hadir sejenak dan berlalu pergi meninggalkan berjuta sensasi rasa di indera bauku, merasuki otakku, dan mendiami alam bawah sadarku. "Terima kasih atas kunjungannya, silakan datang lagi." hari ketiga kucoba berhenti dipecundangi amukan grogi walau yang kudapati hanya selarik senyum basabasi.  Barangkali yang kemarin ada juga artinya bagimu yang biasanya hanya singgah di kafe kami hari Sabtu, hari Minggu ini kau datang lagi dan tentu saja sendiri seperti biasa. "Sanger panas, kan?" tanyaku sok akrab dengan senyuman khas pramusaji.  "Ah, ya!" wajahmu sedikit kaget. Dengan spontan kau membetulkan letak kacamata yang bertengger di hidung bangirmu. Memperhatikanku sekilas dan duduk di bangku biasa dengan wajah bergurat tanya. Aku sedikit menyesal menyapamu dengan cara itu. Aku khawatir mengganggu privasimu sebagai pelanggan dan tentu saja aku mulai cemas kalau tiba-tiba esok kau enggan singgah...

Monster kecil

Anakku dan sepupunya yang usianya terpaut enam bulan, adalah dua monster kecil yang selalu saja membuat setiap orang didekatnya menjerit histeris. Bukan karena sangking kompaknya mengerjai orang lain, tapi betapa kreatifnya mereka dalam hal mencari celah untuk diperselisihkan, untuk menjadi rebutan dan yang pastinya membuat keributan yang akan membuat setiap orang menjerit kaget. Seorang anak yang sedang dalam usia terrible two dan yang seorang lagi melewati usia tiga tahunan. Luar biasa keributan yang mereka ciptakan setiap hari. Anakku bisa bermain dengan durasi yang cukup panjang dengan teman-temannya semasa diseputar komplek rumah kami dulu, lalu saat kami pindah rumahpun, ada tiga orang anak yang hampir setiap sore mampir ke rumah untuk bermain, memang timing bermainnya hanya sore hari menjelang maghrib, saat sudah makan dan tidur siang, kemudian mandi dan minum susu sore. Lalu saat ini ketika pulang ke kampunghalamanku, kerjanya hanya bermain dengan sepupu-sepupunya dari pagi hi...

Kesempatan yang Hilang

Kepalaku sedikit berat, mataku berdenyar dan belum seluruhnya menangkap bayangan di sekitar. Aku merasakan de javu di detik berikutnya. Ada meja putih di sudut dengan tumpukan buku-buku tebal, dinding yang dipenuhi rak berisi novel-novel klasik Lucy Montgomery, Jane Austen, dan Leo Tolstoy. Bukan saja serinya yang lengkap, tapi judul yang sama dari beberapa penerbit. Siapa pula yang suka membeli buku yang sama dengan hanya berbeda pengalih bahasa saja. “Beda penerjemah, beda lagi rasa membecanya, lo! ” Ah, siapa itu yang selalu berbicara tentang the art of story telling dengan mata berbinar selain dia. Ah, kuperhatikan jendela dengan tirai warna dasar putih bermotif abstrak hitam dan merah. Semakin karib di memori. Penyuka warna putih dan hitam. Monokrom... “Oh, Sa! Kamu sudah bangun? Duh, maaf Ibu juga ketiduran!" Ibu...kok? di mana ini? Aku   menyipitkan mata dan coba memanggil semua ingatan yang ada. “Ayo, sudah sore. Ibu lihat kamu dari tadi tidur t...