Langsung ke konten utama

Dia Inspirasiku

Aku tak mungkin jadi seperti ini tanpa dukungan suamiku. Bukan berarti aku mengatakan saat ini aku adalah orang yang paling sukses di sebuah bidang atau di berbagai bidang. Terlepas dari paradigma sukses yang terbingkai di kepala banyak orang jaman sekarang, aku benar-benar merasa diriku wanita yang bahagia lahir batin.
Satu lagi, bukan berarti aku mengabaikan keterlibatan kedua orangtuaku dalam hal ini. Jasa mereka tak mungkin kusebut satu-persatu dan terimakasihku ada di setiap hela nafas, begitu juga buat keluarga. Tapi aku tegaskan sekali lagi, aku menjadi seperti ini tak lepas dari cinta dan support suamiku. Aku ingin menginspirasi sepanjang hayatku karena imbas pribadi suamiku yang sangat menginspirasi.
Aku bukan siapa-siapa tanpa ia. Bagaimana caranya menghiburku, mengusir galau dan gelisahku, memupuk cinta dan membesarkan hatiku, bersabar atas keterbatasan yang aku punya, semuanya membuatku takjub. Pribadi yang sederhana dan hemat kata, sekali lagi, ia adalah anugerah terindah yang pernah diberikan Tuhan untukku.
Jadi sama sekali tak aneh kalau aku tak keberatan melakukan apa saja yang bisa menyenangkan hatinya. Menjaga perasaan dan harga dirinya sekuat tenagaku. Ia sudah terlalu banyak mengalah, semuanya membuatku tak ingin kalah untuk lebih banyak mengalah dibandingkan dirinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MINAT FIKSI DI BULAN INI

Kata-kata tak dibuat, ia berkembang sendiri. Tiba-tiba tulisan itu menggema begitu saja di otakku. Kalimat itu memang kutipan dialog antara Anne dan Phill di buku ketiga seri Anne of Green Gables. Entah kapan tepatnya, aku semakin addict dengan novel klasik. Padahal genre metropop yang baru saja kutuntaskan tak kalah menarik. Tapi setelah menamatkan genre metropop tadi, tak ada keinginan kuat untuk mengulasnya, atau paling tidak untuk memikirkan sususan kalimatnya berulang kali, sebagaimana yang kurasakan setelah menuntaskan novel klasik. Aku tak ingat persis duduk di kelas berapa saat aku tergila-gila pada Tom Sawyer-nya Mark Twain. Buku itu dipinjamkan tetangga sebelah untuk kakak sulungku yang saat itu mengajar di sebuah tsanawiyah swasta yang baru buka. Buku yang sebenarnya milik pustaka sekolah negeri pertama di kampungku itu, masih dalam ejaan lama. Sampulnya menampilkan tiga bocah yang tak terlalu lucu. Salah satunya mengenakan celana over all dan kemeja putih yang l...

Perempuan Itu...

“Nda, barusan teman kantor Ayah telfon, katanya mau minta tolong…” si ayah tiba-tiba sudah di depan pintu begitu aku keluar dari kamar mandi. Dengan pakaian ‘dinas’-nya yang penuh peluh. Kami tadi baru dari farm. Aku meninggalkan mereka yang sedang melakukan anamnesa ternak karena sudah saatnya mandi sore. “Hm, ya… ” jawabku sambil menatapnya sejenak, pertanda menunggu kelanjutan ceritanya. “Ada anak perempuan yang diusir keluarganya karena pregnant diluar nikah. Sekarang sedang terkatung-katung, nggak tau harus kemana… ” “Astaghfirullah… ” “Yah, teman Ayah itu nanya, bisa ditampung sementara di sini, nggak?” Saat ini menjelang maghrib, yang terbayang dibenakku hanya seorang wanita dengan kondisi fisik dan psikis yang labil. “Ya, bawa aja dulu ke sini. Ntar bisa inap di kamar Irsa…” sebenarnya belum tuntas rasa kagetku. Raut wajah kami sama-sama prihatin. Tapi sepertinya kami benar-benar sibuk dengan pikiran masing-masing. Semacam bisikan kemelut antara pro dan kontra. “Ya...

Menapak Bumi, Menggapai Ridha Allah

Menjelang sore di panti asuhan Muhammadiyah Sibreh. Suasana lembab, matahari malu-malu menampakkan diri, sementara sisa gemuruh setelah hujan masih terdengar sayup. “Happily never after” sendu mengalun. Sore ini ingin rehat sejenak sambil menyeruput secangkir teh tubruk aroma melati yang diseduh dengan air panas, uapnya mengepulkan aroma melati yang khas. Melewati tengah malam, masih di panti asuhan Muhammadiyah Sibreh. Pekat malam ditingkahi riuh rendah suara jangkrik, alam yang selalu bertasbih siang dan malam tak kenal waktu, semakin menegaskan kebenaran postulat itu. Allah itu ada, kebenaran yang tak terbantahkan, yakin ataupun tak percaya sekalipun, Dia tetap saja ada. Setiap rehat jari ini mencoba kembali menari diatas kibor qwerty, setiap itu pula banyak sekali tantangannya, jelas waktu yang kupunya serasa tak cukup jika dibandingkan dengan begitu banyaknya hal yang ingin kukerjakan. Ingin mengerjakan ini dan itu, sementara pekerjaan lain sudah merengek ingin dijamah pula, hm...