Langsung ke konten utama

Menemukan Mu dan Mimpi Baru

Since I found you/ my life seems so brand new/ since I found you my life begin a new/Now who need to dreams when there is you/ for all my dreams come true/ since I found you

Biarlah dikata lebay, tapi lirik lagu yang dipopulerkan penyanyi asal Cavite, Filipina itu mengena sekali. Siapa pula yang memerlukan mimpi ketika ia sudah terwujud? Semua yang dulu terasa amat besar, tiba-tiba terasa tak berarti lagi sejak kehadiran dia dan buah hati kami.

Ya, tiba-tiba saja impian yang benderang dan menyilaukan dulu meredup dan nyaris padam. Tanpa kusadari, kini impian ‘wanna round the world, make a journey, become a scientis, writing a thousand journal, etc’, nyaris terlupakan.

Yup, dulu aku terobsesi melihat ilmuwan. Minatku di bidang mikrobiologi. Ditemani mikroskop, cawan Petri, tabung reaksi, Pepton agar, colony counter, dan inkubator. Melakukan pewarnaan Gram. Mengamati jasad renik, menikmati warna lugol yang dicerap coccus Gram negatif, dan gentian ungu di bakteri Gram positif.

Beruntung penelitianku dulu difokuskan di bidang ini. Sepenuh hati aku kerjakan, bahkan target enam bulan bisa dipangkas menjadi empat bulan saja dengan hasil akhir A. sungguh di luar dugaanku. Posisi assisten meja di lab biologi dasar beralih jadi koordinator. Hanya sebentar, karena saat itu aku memutuskan untuk mengakhiri masa lajang. I found him!

My study must go on
… setelah rehat lebih setahun, aku melanjutkan study profesi. Dia dan kelaurga besarku tak henti-hentinya menyemangati. Allah Maha Baik, aku yang lemah ini dikelilingi orang-orang hebat pemanggul cinta sebesar dunia. Apa lagi yang kutunggu, peluang-peluang kecil aku maksimalkan. Menikah di usia muda tak menyeramkan seperti kata iklan yang terpampang di baliho-baliho BKKBN. Dipampang gagah sebasar gaban, “anak muda zaman sekarang, jangan mau menikah dini. ”

Menakut-nakuti para muda-mudi untuk menikah, sama saja melegalkan jalinan cinta di luar itu alias menyuruh “pacaran saja,sebab menikah banyak problem.”

Kami belajar dewasa, menikah benar-benar menjadi ajang pembelajaran yang luar biasa. Dengan kondisi yang acap menuntut pengorbanan, aku dan dia mengerahkan seluruh kemampuan yang ada. Mulai dari ilmu manajeman kepemimpinan, manajeman waktu dan prioritas, berupa-rupa keterampilan (mulai dari memasak, mengurusi tetek-bengek rumah tangga dan si kecil), semua kami lakukan berdua, sebab keluarga jauh di mata.

Allah Maha Mengatur memberikan kami tetangga yang baik budi pula. Tapi meminta bantuan tentu saja ada batasnya. Lagi-lagi kehidupan baru itu memang sudah datang. Since I found him! My life seems so brand new…

Hari-hari kampus yang kulewati setelah menikah, sepertinya sarat dengan cita, harapan, dan penghargaan yang tinggi akan waktu. Saat senggang tak ingin kusia-siakan. Terlalu berharga. Aku sudah membuat si kecil menunggu sampai tidur siangnya tak kukeloni, dia, suamiku, dengan sabar mengantar jemput, membantu tugas kuliah dan rumah. Sudah cukup, aku harus melakukan semuanya dengan sungguh-sungguh.

Campur tangan Tuhan lagi-lagi memunculkan keajaiban. Aral seolah enggan melintang di jalan-jalan yang kutapaki. Walau tak semulus jalanan aspal, kuliah profesiku terbilang cukup lancar. Bisa kelar tapat waktu, bahkan dari 40 kandidat, aku satu-satunya peraih predikat Sangat Memuaskan. Di luar sangkaanku… sebab di koassistensi kita berbaur dengan stambuk (tahun masuk) yang berada jauh di atas atau di bawah kita.

Ada senior yang sudah lulus Magister dan sudah membuka praktek sendiri. Ia satu gelombang koassistensi denganku, orang yang aku segani karena ilmunya. Hal yang mengejutkan ketika tahu nilaiku masih berada di atasnya!

Mungkin ada sebagian yang berkata, apalah artinya predikat dan nilai yang tertera di kertas kertas transkip. Tapi bagiku, dengan kondisi seperti saat itu, hasil yang kudapatkan memang prestasi yang sesungguhnya. Aku berhasil mengalahkan ketakutan dan tekanan serta rasa harap-harap cemas lainnya. Walau sebenarnya dalam lubuk hatiku yang paling dalam aku yakin dengan kalimat ‘man jadda wa jada,’ kini semua menjadi salah satu bukti kekuatan usaha yang diiringi doa seluruh orang-orang yang kita sayangi, mampu memuluskan jalan yang kita tempuh.

Gelar atau titel dan karir tak jadi hal yang terlalu prestisius. It’s not a big things anymore ketika dia di sampingku, lalu buah hati kami lahir dan tumbuh dengan sentuhan langsung jemariku. Aku baru sadar semalam, saat tiga orang temanku mengingatkan ada penerimaan pegawai yang sesuai bidangku di tahun ini. Mereka memang baik hati, tentu saja kujawab “ya”.

Tiga tahun sudah berlalu, orangtuaku yang bijak bestari tak pernah menuntutku macam-macam. Abak hanya berpesan, apa pun lakon yang kita jalani di dunia, ibadah dan kesehatan tetap nomor satu. Tak ada guna menjadi hebat di mata orang-orang kalau semua itu membuat kita lupa beribadah pada-Nya. Punya banyak usaha dan harta, tapi ketika berkumandang panggilan shalat, kaki dan tangan kita terantai dunia.

Hidup untuk ibadah. Maka hal-hal yang terasa bernilai ibadah menjadi keutamaan. Ketika aku mengutamakan suami dan anak-anakku, lalu memilih kesibukan yang tetap bisa membuatku memprioritaskan mereka, adalah suatu hal yang melegakan hati kedua orangtuaku. Ditambah lagi saat ini kucoba mengikuti jejak mereka, mengurusi anak-anak yatim di bawah bendera organisasi dakwah. Kulihat pancaran bahagia di wajah mereka.

Cita-cita baru membuat hidup selalu terasa baru. Semakin banyak yang kita korbankan, artinya jalan menuju cita-cita itu semakin dekat. Walau awalnya bukan seperti itu yang kita hendaki, tapi Allah paling tahu apa yang terbaik.
Kini bersama dia, aku beriringan. Apa yang menjadi cita-citanya, adalah sesuatu yang aku harapkan juga. Seolah mimpi-mimpiku dulu sudah terpenuhi. Kini saatnya bermimpi hal yang baru bersama dia. Tinggal meng-copast mimpinya saja, semuanya jadi lebih mudah, kan?

Sejak bertemu denganmu, aku bukan mengubur mimpi-mimpi itu. Hanya memolesnya, menambahkan, memperbaiki di sana-sini, mengganti yang tak penting. Hm, sebenarnya ada cita-cita yang sama -ingin menjelajah dunia- yup, someday… tinggal ditambahkan, ingin keliling dunia bersama keluarga kecilku. I’m so in love with you 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis Uap Kopi

Kau seperti kepulan asap kopi pagi yang hadir sejenak dan berlalu pergi meninggalkan berjuta sensasi rasa di indera bauku, merasuki otakku, dan mendiami alam bawah sadarku. "Terima kasih atas kunjungannya, silakan datang lagi." hari ketiga kucoba berhenti dipecundangi amukan grogi walau yang kudapati hanya selarik senyum basabasi.  Barangkali yang kemarin ada juga artinya bagimu yang biasanya hanya singgah di kafe kami hari Sabtu, hari Minggu ini kau datang lagi dan tentu saja sendiri seperti biasa. "Sanger panas, kan?" tanyaku sok akrab dengan senyuman khas pramusaji.  "Ah, ya!" wajahmu sedikit kaget. Dengan spontan kau membetulkan letak kacamata yang bertengger di hidung bangirmu. Memperhatikanku sekilas dan duduk di bangku biasa dengan wajah bergurat tanya. Aku sedikit menyesal menyapamu dengan cara itu. Aku khawatir mengganggu privasimu sebagai pelanggan dan tentu saja aku mulai cemas kalau tiba-tiba esok kau enggan singgah...

Monster kecil

Anakku dan sepupunya yang usianya terpaut enam bulan, adalah dua monster kecil yang selalu saja membuat setiap orang didekatnya menjerit histeris. Bukan karena sangking kompaknya mengerjai orang lain, tapi betapa kreatifnya mereka dalam hal mencari celah untuk diperselisihkan, untuk menjadi rebutan dan yang pastinya membuat keributan yang akan membuat setiap orang menjerit kaget. Seorang anak yang sedang dalam usia terrible two dan yang seorang lagi melewati usia tiga tahunan. Luar biasa keributan yang mereka ciptakan setiap hari. Anakku bisa bermain dengan durasi yang cukup panjang dengan teman-temannya semasa diseputar komplek rumah kami dulu, lalu saat kami pindah rumahpun, ada tiga orang anak yang hampir setiap sore mampir ke rumah untuk bermain, memang timing bermainnya hanya sore hari menjelang maghrib, saat sudah makan dan tidur siang, kemudian mandi dan minum susu sore. Lalu saat ini ketika pulang ke kampunghalamanku, kerjanya hanya bermain dengan sepupu-sepupunya dari pagi hi...

Kesempatan yang Hilang

Kepalaku sedikit berat, mataku berdenyar dan belum seluruhnya menangkap bayangan di sekitar. Aku merasakan de javu di detik berikutnya. Ada meja putih di sudut dengan tumpukan buku-buku tebal, dinding yang dipenuhi rak berisi novel-novel klasik Lucy Montgomery, Jane Austen, dan Leo Tolstoy. Bukan saja serinya yang lengkap, tapi judul yang sama dari beberapa penerbit. Siapa pula yang suka membeli buku yang sama dengan hanya berbeda pengalih bahasa saja. “Beda penerjemah, beda lagi rasa membecanya, lo! ” Ah, siapa itu yang selalu berbicara tentang the art of story telling dengan mata berbinar selain dia. Ah, kuperhatikan jendela dengan tirai warna dasar putih bermotif abstrak hitam dan merah. Semakin karib di memori. Penyuka warna putih dan hitam. Monokrom... “Oh, Sa! Kamu sudah bangun? Duh, maaf Ibu juga ketiduran!" Ibu...kok? di mana ini? Aku   menyipitkan mata dan coba memanggil semua ingatan yang ada. “Ayo, sudah sore. Ibu lihat kamu dari tadi tidur t...