Langsung ke konten utama

Punya boyfriend o’on? Gimana jadinya, ya? (Resensi My 5tup1d Boyfr13nd)



Apa jadinya kalo seorang anggota geng Kupu-kupu Beracun dari Bukit Utara punya pacar o’on?  Seperti  kata Bella, salah satu anggota geng, “ini bukan soal tampang, tapi otak dan kelakuan. Aku tetap enggak bisa nerima ada cowok yang menyangka Lee Min Ho itu nama presiden Korea. Terus, nganggap Andy Lau itu anggota F4! ”
Tapi nasi udah jadi lontong, mending langsung disantap sebelum keburu basi! Yup, Kiran tetap nekat backstreet dengan Ivan, tetangga depan rumahnya itu. Ini bermula dari keisengannya bikin status Facebook, “siapa yang mo bawain cokelat? Kalo cowok, aku jadiin boyfr13nd. Kalo cewek, aku jadiin pembokat magang.”
Mulai pagi itu, Kiran menggondol status sebagai pacar Ivan. Walau status keanggotaannya di geng Kupu-kupu Beracun dari Bukit Utara terancam DO, Kiran tetap bertahan demi tiket keliling Eropa yang dijanjikan Opah Ivan, setelah tau akhirnya Ivan bisa memutus kutukan jomblo sampai usia 30 tahun di keluarga mereka.
TADAAA…! Dimulai lah kekonyolan itu, mulai stupid 1 sampai stupid 23. Novel dengan genre romantic comedy ini mengajak kita ngakak, ngengkang-ngengkang, geleng-geleng sampai guling-guling (warning: jangan dibaca saat khotbah berlangsung, ntar kamu bisa diruqyah atau paling enggak disangka sarap).
Tapi namanya juga ada gaya-gaya romantic gitu, perasaan Kiran berubah di tengah jalan. Hm, apa, sih, yang membuat Kiran jatuh cintrong beneran? Apa karena Ivan mendadak jadi chef yang ahli meracik bumbu semur jengkol dan pete bakar? Atau gara-gara Kiran yang salah minum jamu kuat cap Nyonya Nyengir?
Simak juga kelakuan-kelakuan anggota geng yang mendadak dangdut berbalik arah mendukung hubungan mereka berdua? Hwuik! Ada apa dengan Cinta dan Laura? Si kembar yang tiba-tiba mendatangi Kiran sebelum rapat penentuan di-DO atau tidaknya Kiran dari geng? Masih pantas kah Kiran yang punya gelar Pendekar Brokoli ini, menjadi anggota geng Kupu-kupu Beracun dari Bukit Utara?
Membaca novel ini bukan sekedar membuat kita cengar-cengir tak jelas. Ada pelajaran berarti tentang persahabatan dan bagaimana menggali ide-ide kreatif. Contohnya saja saat Kiran and the gank  yang akhirnya gabung di eskul paduan suara (atas paksaan si kembar Cinta dan Laura, tentunya). Mereka menginspirasi teman-temannya untuk jadi lebih kreatif mendesain kostum sendiri untuk lomba.
Ivan yang dikata ‘stupid’-pun punya beragam talenta. Dari mulai memasak semur jengkol dan pete bakar, sampai merombak kostum paduan suara. Juga kekonyolan Ivan yang menguras seluruh isi dompetnya ketika  kencan dengan Kiran. Ivan memberikan semuanya untuk pemengemis buta yang memainkan kecapi sebelum mereka masuk ke resto untuk makan. Itu juga ada gunanya ketika mereka terdesak butuh bantuan, lho.
Duet dua penulis gokil -Oben Cedric dan Be Dea- ini berhasil meramu cerita yang bisa bikin senyam-senyum,  ketawa-ketiwi, sampai ngakak-ngikik mulai dari awal sampai ending-nya. Dijamin segar bugar, deh,  setelah baca novel yang satu ini!


Komentar

  1. Aku lihat dalam di multiply kak bebi, katanya ini termasuk buku beliau. kok penulisnya gak ada nama kak Bebi?
    Eniwe, pengenlah baca buku-buku kocak kayak gini :)

    BalasHapus
  2. Sidoi pake nama pena, Kakak :D sepertinya, sih. hehehhe

    BalasHapus
  3. AKu kan pake nama Be Dea, biar rada mudaan dikit, wkwkwk. izin posting di blog ku ya, aku sertakan linknya. makasih yaaa:)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ah Garing!

Aku tidak lagi muda, tapi aku juga belum terlalu tua lho... sudah sejak lama aku memendam hasrat ingin menjadi penulis. Aku memang sering menulis. Tulisan-tulisanku umumnya adalah kejadian sehari-hari dalam hidupku. Semuanya konyol dan tak bermutu saat kubaca ulang. Oh God, aku merasa semakin putus harapan. Apa aku memang terlahir dengan bakat untuk menulis semua tulisan-tulisan tak berbobot sekaligus konyol plus tak layak dibaca.? Sungguh menyedihkan. Siapa nyana dibalik keseringanku menulis ini tak ada satupun tulisan yang bisa memberikanku kepercayaan diri untuk mempublikasikan setelah aku membacanya kembali. Atau sebaiknya semua tulisan yang aku buat tak usah dibaca lagi sehingga tidak menjatuhkan mentalku? Satu hal lagi yang paling bodoh adalah aku sering tidak menyelesaikan tulisanku. Bahkan mungkin tulisan kali inipun tak juga rampung. Tapi entahlah, sebenarnya tak bisa kukatakan entahlah karena semuanya tergantung padaku. Apa aku mau menyelesaikannya atau kutinggal saja sebelu...

MINAT FIKSI DI BULAN INI

Kata-kata tak dibuat, ia berkembang sendiri. Tiba-tiba tulisan itu menggema begitu saja di otakku. Kalimat itu memang kutipan dialog antara Anne dan Phill di buku ketiga seri Anne of Green Gables. Entah kapan tepatnya, aku semakin addict dengan novel klasik. Padahal genre metropop yang baru saja kutuntaskan tak kalah menarik. Tapi setelah menamatkan genre metropop tadi, tak ada keinginan kuat untuk mengulasnya, atau paling tidak untuk memikirkan sususan kalimatnya berulang kali, sebagaimana yang kurasakan setelah menuntaskan novel klasik. Aku tak ingat persis duduk di kelas berapa saat aku tergila-gila pada Tom Sawyer-nya Mark Twain. Buku itu dipinjamkan tetangga sebelah untuk kakak sulungku yang saat itu mengajar di sebuah tsanawiyah swasta yang baru buka. Buku yang sebenarnya milik pustaka sekolah negeri pertama di kampungku itu, masih dalam ejaan lama. Sampulnya menampilkan tiga bocah yang tak terlalu lucu. Salah satunya mengenakan celana over all dan kemeja putih yang l...

Perempuan Itu...

“Nda, barusan teman kantor Ayah telfon, katanya mau minta tolong…” si ayah tiba-tiba sudah di depan pintu begitu aku keluar dari kamar mandi. Dengan pakaian ‘dinas’-nya yang penuh peluh. Kami tadi baru dari farm. Aku meninggalkan mereka yang sedang melakukan anamnesa ternak karena sudah saatnya mandi sore. “Hm, ya… ” jawabku sambil menatapnya sejenak, pertanda menunggu kelanjutan ceritanya. “Ada anak perempuan yang diusir keluarganya karena pregnant diluar nikah. Sekarang sedang terkatung-katung, nggak tau harus kemana… ” “Astaghfirullah… ” “Yah, teman Ayah itu nanya, bisa ditampung sementara di sini, nggak?” Saat ini menjelang maghrib, yang terbayang dibenakku hanya seorang wanita dengan kondisi fisik dan psikis yang labil. “Ya, bawa aja dulu ke sini. Ntar bisa inap di kamar Irsa…” sebenarnya belum tuntas rasa kagetku. Raut wajah kami sama-sama prihatin. Tapi sepertinya kami benar-benar sibuk dengan pikiran masing-masing. Semacam bisikan kemelut antara pro dan kontra. “Ya...