Pada dia yang sekarang gemar sekali mengenali tetumbuhan. Mengamati ruas-ruas daun, ukuran, dan segala rahasia manfaat yang disimpannya. Yang menggeluti hari terang tanah hingga pekat malam. Menyulam harap dalam diam pada mangu senja yang cuma sejenak.
“Sudahlah, rehatkan pindaian mimpimu. Petang menjelang. Ia di sana menanti tepat waktu,” kerap kuingatkan saat lembayung berganti pekat. Hangat tawamu meminta banyak pengertian. Betapa sebenarnya kupaham apa yang kau mau. Walau tak semua yang kau tahu bisa kupahami. Ah, biar sajalah. Hati kita sudah sering bergelung pada dua kata itu. Paham dan tahu. Dimana ia kerap saling mengisi. Lalu rasa saling percaya menjadi perekat eratnya.
Pada dia yang mengikuti alun rumput Timothy. Menengadah pada gagahnya batang Kaliandra di seberangnya. Pernah kah kau pedulikan kulit telapakmu yang menebal ataupun ruas jarimu yang cedera? Ah, kurasa kau lupa. Karena hatimu sedang diliputi senang sebab akan menyemai Alfalfa yang kau teorikan kaya kalori itu.
Pada dia yang masih saja seperi dulu. “Angkatlah sedikit lagi dagumu. Aku bantu menyeka.” Seperti itulah sejak dahulu. Kekuatan yang kau simpan dalam daya tarik manjamu, membuatku mau tak mau selalu menjamu dengan derai tawa. Kebaikanlah untukmu, keberkahan dari Tuhan lah melimpahimu.
Sekian pengumbar janji hadir di sekelilingmu, puluhan penggerutu menghinggapi telingamu. Termasuk aku juga yang kadang menggerutu. Walau tak sepanjang ‘itu’. Tapi seringkali aku lupa, harusnya kujejal kau dengan berita suka.
Pada dia Pemindai Kebaikan, peduli kah dirimu pada setiap rangkai kerangkamu yang lelah? Pada setiap lapis ototmu yang kadang terasa kaku. Kurasa kau lupa, sebab semangatmu yang menyala.
Pada dia yang rupanya setenang telaga, yang teramat langka mengumbar kata. Tak banyak yang bisa kulakukan, untuk sekedar menyeka leleran peluh yang membanjiri tubuh. Seperti itu pun kau masih sanggup mendengarkan setiap keluh yang mereka dendangkan.
Pada dia, lelaki yang matanya kerap bicara cinta. Kutemukan di dirimu, berjuta makna cinta. Di sampingmu senantiasa, itulah tempat di mana seharusnya aku berada.
(Buat Eun-Yud di 17 Oktober 2011. Beside you, that is where I belong. Sisa usia yang selalu barakah buatmu, amin ya, Rabb)
“Sudahlah, rehatkan pindaian mimpimu. Petang menjelang. Ia di sana menanti tepat waktu,” kerap kuingatkan saat lembayung berganti pekat. Hangat tawamu meminta banyak pengertian. Betapa sebenarnya kupaham apa yang kau mau. Walau tak semua yang kau tahu bisa kupahami. Ah, biar sajalah. Hati kita sudah sering bergelung pada dua kata itu. Paham dan tahu. Dimana ia kerap saling mengisi. Lalu rasa saling percaya menjadi perekat eratnya.
Pada dia yang mengikuti alun rumput Timothy. Menengadah pada gagahnya batang Kaliandra di seberangnya. Pernah kah kau pedulikan kulit telapakmu yang menebal ataupun ruas jarimu yang cedera? Ah, kurasa kau lupa. Karena hatimu sedang diliputi senang sebab akan menyemai Alfalfa yang kau teorikan kaya kalori itu.
Pada dia yang masih saja seperi dulu. “Angkatlah sedikit lagi dagumu. Aku bantu menyeka.” Seperti itulah sejak dahulu. Kekuatan yang kau simpan dalam daya tarik manjamu, membuatku mau tak mau selalu menjamu dengan derai tawa. Kebaikanlah untukmu, keberkahan dari Tuhan lah melimpahimu.
Sekian pengumbar janji hadir di sekelilingmu, puluhan penggerutu menghinggapi telingamu. Termasuk aku juga yang kadang menggerutu. Walau tak sepanjang ‘itu’. Tapi seringkali aku lupa, harusnya kujejal kau dengan berita suka.
Pada dia Pemindai Kebaikan, peduli kah dirimu pada setiap rangkai kerangkamu yang lelah? Pada setiap lapis ototmu yang kadang terasa kaku. Kurasa kau lupa, sebab semangatmu yang menyala.
Pada dia yang rupanya setenang telaga, yang teramat langka mengumbar kata. Tak banyak yang bisa kulakukan, untuk sekedar menyeka leleran peluh yang membanjiri tubuh. Seperti itu pun kau masih sanggup mendengarkan setiap keluh yang mereka dendangkan.
Pada dia, lelaki yang matanya kerap bicara cinta. Kutemukan di dirimu, berjuta makna cinta. Di sampingmu senantiasa, itulah tempat di mana seharusnya aku berada.
(Buat Eun-Yud di 17 Oktober 2011. Beside you, that is where I belong. Sisa usia yang selalu barakah buatmu, amin ya, Rabb)
Komentar
Posting Komentar