Langsung ke konten utama

Catatan Tiga Malam


Malam I
Haha, ya ampun! Larut malam begini tiba-tiba saja winamp-ku memutar lagu insomnia-nya Craig David. Padahal sebelumnya aku lumayan lelah dan ngantuk. Minggu-minggu yang melelahkan sudah meleburkan seluruh ideku bersama angin. Hampir setengah bulan tak ada ide yang tertuang menjadi tulisan.
Aku benar-benar libur. Cuti dari menulis sungguh penuh derita. Ada sesuatu yang melonjak-lonjak di kepalaku. Membuatku ingin rehat sejenak, membuka bahagian yang penuh sesak denga ide dan menuangkannya. Menggoyang paksa agar ia tak lagi nakal mengusik tuannya setiap hari.

Malam II
Aaargh, masih banyak yang ingin kutuliskan, tapi sungguh, mataku tak lag bisa diajak kompromi!

Malam III
Belakangan ini lelah bukan main. Kalau sudah di atas pukul sembilan, badan sudah membunyikan sirine istirahat yang cukup nyaring. Rasanya suara-suara di kepala bertubrukan dengan alaram tanda tubuh menuntut rehat. Di antara polemik tak penting itu, aku hanya bisa memilih satu buku dan mulai membaca sambil mencoba rileks.  Memang mengantuk, tapi ada dorongan lain yang membuatku  mengharuskan diri tetap terjaga. Inilah kesempatan untuk bisa bersenang-senang dalam tanda petik, masa, sih, aku mau meyiakan kesempatan emas ini. Sekian hari terkendala waktu untuk menulis, membuat luruh semua ide-ide di kepalaku. Kemudian membusuk tak bersisa.
Klik! Listrik di kamarku padam. Bunyi “klik” tadi menandakan ada yang sudah menekan saklar lampu. “Waktunya istirahat dan  tidur, jangan membaca lagi.” Suara Eun-yud menyudahi acara debat kusir di kepalaku dan mataku. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ah Garing!

Aku tidak lagi muda, tapi aku juga belum terlalu tua lho... sudah sejak lama aku memendam hasrat ingin menjadi penulis. Aku memang sering menulis. Tulisan-tulisanku umumnya adalah kejadian sehari-hari dalam hidupku. Semuanya konyol dan tak bermutu saat kubaca ulang. Oh God, aku merasa semakin putus harapan. Apa aku memang terlahir dengan bakat untuk menulis semua tulisan-tulisan tak berbobot sekaligus konyol plus tak layak dibaca.? Sungguh menyedihkan. Siapa nyana dibalik keseringanku menulis ini tak ada satupun tulisan yang bisa memberikanku kepercayaan diri untuk mempublikasikan setelah aku membacanya kembali. Atau sebaiknya semua tulisan yang aku buat tak usah dibaca lagi sehingga tidak menjatuhkan mentalku? Satu hal lagi yang paling bodoh adalah aku sering tidak menyelesaikan tulisanku. Bahkan mungkin tulisan kali inipun tak juga rampung. Tapi entahlah, sebenarnya tak bisa kukatakan entahlah karena semuanya tergantung padaku. Apa aku mau menyelesaikannya atau kutinggal saja sebelu...

MINAT FIKSI DI BULAN INI

Kata-kata tak dibuat, ia berkembang sendiri. Tiba-tiba tulisan itu menggema begitu saja di otakku. Kalimat itu memang kutipan dialog antara Anne dan Phill di buku ketiga seri Anne of Green Gables. Entah kapan tepatnya, aku semakin addict dengan novel klasik. Padahal genre metropop yang baru saja kutuntaskan tak kalah menarik. Tapi setelah menamatkan genre metropop tadi, tak ada keinginan kuat untuk mengulasnya, atau paling tidak untuk memikirkan sususan kalimatnya berulang kali, sebagaimana yang kurasakan setelah menuntaskan novel klasik. Aku tak ingat persis duduk di kelas berapa saat aku tergila-gila pada Tom Sawyer-nya Mark Twain. Buku itu dipinjamkan tetangga sebelah untuk kakak sulungku yang saat itu mengajar di sebuah tsanawiyah swasta yang baru buka. Buku yang sebenarnya milik pustaka sekolah negeri pertama di kampungku itu, masih dalam ejaan lama. Sampulnya menampilkan tiga bocah yang tak terlalu lucu. Salah satunya mengenakan celana over all dan kemeja putih yang l...

Perempuan Itu...

“Nda, barusan teman kantor Ayah telfon, katanya mau minta tolong…” si ayah tiba-tiba sudah di depan pintu begitu aku keluar dari kamar mandi. Dengan pakaian ‘dinas’-nya yang penuh peluh. Kami tadi baru dari farm. Aku meninggalkan mereka yang sedang melakukan anamnesa ternak karena sudah saatnya mandi sore. “Hm, ya… ” jawabku sambil menatapnya sejenak, pertanda menunggu kelanjutan ceritanya. “Ada anak perempuan yang diusir keluarganya karena pregnant diluar nikah. Sekarang sedang terkatung-katung, nggak tau harus kemana… ” “Astaghfirullah… ” “Yah, teman Ayah itu nanya, bisa ditampung sementara di sini, nggak?” Saat ini menjelang maghrib, yang terbayang dibenakku hanya seorang wanita dengan kondisi fisik dan psikis yang labil. “Ya, bawa aja dulu ke sini. Ntar bisa inap di kamar Irsa…” sebenarnya belum tuntas rasa kagetku. Raut wajah kami sama-sama prihatin. Tapi sepertinya kami benar-benar sibuk dengan pikiran masing-masing. Semacam bisikan kemelut antara pro dan kontra. “Ya...