Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember 20, 2011

RUMAHKU, SEKOLAH KEHIDUPANKU

Inilah kiranya salah satu hikmah dari hadis Nabi yang menyuruh umatnya memuliakan tamu. Setiap kedatangan tamu, rumah kerap dihinggapi berkah. Kurang lebih seperti itu lah yang sering aku rasakan sejak dulu. Sejak kecil, ketika rumah yang sering aku keluhkan tak henti-hentinya berseliweran wajah yang familiar dan non familiar, tak pernah memberikan privasi sedikit pun buat kami. Kami harus sudah berpakaian lengkap, termasuk memakai alas kaki, sejak menyibak tirai pintu kamar. Sebab sudah tak mungkin lagi menertibkan setiap orang yang singgah, baik itu tamu kami sekeluarga, atau tamu orang yang menyewa kamar di losmen kami. Sekali waktu aku bertanya sambil tertawa getir, entah pada siapa, mungkin pertanyaan retoris saja. “ Mengapo rumah kito mirip kandang kudo? ” –mengapa rumah kita mirip kandang kuda?- Seringkali aku mupeng melihat suasana rumah teman-teman sekolahku yang nyaman. Duduk selonjoran di depan teve, mau bersandar, mau tiduran, berpakaian seadanya. Paling tidak, ta

Sebait Rindu (Lagi)

Sumber inspirasi yang meredup, walaupun hanya untuk sementara waktu. Tapi itu cukup membuat galau. Tak ingin siang lekas datang, tapi tak mau juga malam merambat terlampau pelan. Sendiri seringkali tak menyenangkan. Sebenarnya karena tak biasa, membuat semuanya canggung terasa. Huf, waktu-waktu ini adalah milik kita bersahut-sahutan cerita. Sambil menatap banyak-banyak. Sebab seringkali ucapanmu akan tertambat di mata. Eun-yud, perlu seni yang unik memahami bahasamu. Mereka bilang mempelajarinya membikin jemu, tentu saja tidak bagiku. Aku ingin kita selalu bersama. Sebab ku tak suka mengeja rindu berlama-lama.

Pada Dia

Pada dia yang sekarang gemar sekali mengenali tetumbuhan. Mengamati ruas-ruas daun, ukuran, dan segala rahasia manfaat yang disimpannya. Yang menggeluti hari terang tanah hingga pekat malam. Menyulam harap dalam diam pada mangu senja yang cuma sejenak. “Sudahlah, rehatkan pindaian mimpimu. Petang menjelang. Ia di sana menanti tepat waktu,” kerap kuingatkan saat lembayung berganti pekat. Hangat tawamu meminta banyak pengertian. Betapa sebenarnya kupaham apa yang kau mau. Walau tak semua yang kau tahu bisa kupahami. Ah, biar sajalah. Hati kita sudah sering bergelung pada dua kata itu. Paham dan tahu. Dimana ia kerap saling mengisi. Lalu rasa saling percaya menjadi perekat eratnya. Pada dia yang mengikuti alun rumput Timothy. Menengadah pada gagahnya batang Kaliandra di seberangnya. Pernah kah kau pedulikan kulit telapakmu yang menebal ataupun ruas jarimu yang cedera? Ah, kurasa kau lupa. Karena hatimu sedang diliputi senang sebab akan menyemai Alfalfa yang kau teorikan kaya kalo