Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret 30, 2013

Biyya, Rumput Laut Kering dan Jihyeon

Bermula dari Jihyeon yang memberikan sebungkus seaweed hari itu, aku jadi tahu kalau Biyya loves seaweed that much ! Hahaha.... Selama enam bulan yang mengesankan Jihyeon akan menjadi tetangga kami. Kami menjadi keluarga angkatnya, dia anak gadis yang luwes dan mudah menyesuaikan diri. Tidak cerewet dalam semua hal, karena memang sudah menjadi tugasnya sebagai relawan di panti kami tercinta. Biyya dan Akib punya sudara angkat yang berbeda bahasa tapi aku benar-benar tak menyangka mereka begitu cepat dekat satu sama lain. Jihyeon bersaing dengan Biyya untuk bisa berbahasa Indonesia, Jihyeon memang punya selera humor yang baik, waktu dia bercerita tentang ide itu, kami tertawa bersamaan. Setiap hari dia akan mengecek kemampuan Biyya, melebihi dia atau tidak. Bayangkan, dari anak bayi pun tak mengapa, asalkan tujuan positif itu bisa dicapai. Salah satu poin yang kupelajari dari gadis Korea itu. Rumput laut itu yang selalu dipakai untuk membuat onigiri. Lebih popule

Kali Ini Namanya Mitch

Masih ingat untuk pertama kalinya memberanikan diri membuka diri untuk orang lain yang berbeda   bahasa. Usiaku belum genap 12 tahun mungkin, juga tak ingat bagaimana mengeja nama orang itu. Tamu yang dulu menginap di losmen kami, seorang Aussie yang usianya tidak kurang dari 35 tahun, Mr. Stoggie. Yakin lah ejaannya salah, mau bagaimana lagi, itu saja yang masih bisa kuingat. Dengan bahasa Inggris sekaliber anak usia balita, aku pede saja mengajaknya mengobrol. Barangkali saja bagi orang lain tidak perlu dibahas, mulai obrolan ataupun tema tulisan kali ini yang itu-itu saja. Tapi rasanya memang ingin sekali menuliskan lagi tentang ini, persahabatan beda negara yang seperti keluarga sendiri. bagi orang-orang yang sempat menetap di LN mungkin wajar saja, tapi aku sama sekali belum pernah ke LN. Menyedihkan? Ya, kedengarannya seperti itulah di zaman secanggih dan semudah ini, juga dengan tiket pesawat yang lebih murah dari ongkos becak. Ya, sudahlah, aku akan menebusnya suatu saat n

Sweet Surprise From Sunset in Weh Island

Kali ini Kak Aida kembali memberi kejutan manis di novel terbarunya Sunset in Weh Island (SiWI). Bukan saja alur yang melompat-lompat indah seperti jete yang dilakukan balerina di atas toes shoes , juga penggambaran setting yang detail nan memukau. Namun seperti halnya novel remaja dan tulisan Kak Aida yang lainnya, diksi yang dipilih Kak Aida tidak bertele-tele dan jauh dari kesan ‘sok puitis’. Gaya pop yang tetap dipertahankan dalam novel genre romantis kali ini, justru menambah kesan enerjik dan hidup. Novel terbitan Bentang Belia ini mengambil secuil seting di Frankurt International Airport. Dipermanis lagi dengan pengetahuan Kak Aida tentang negeri Hitler ini yang dibeber di bab Sunrise in Rubiah Island. Karakter pasangan yang dipilih pun cukup menarik. Awal pertemuan Axel, seorang pria Jerman dan Mala, gadis Aceh blesteran Jerman, secara tak sengaja di sebuah aksiden ketika kedua remaja itu sedang melompat ke kapal menuju pulau Sabang. Untuk selanjutnya Axel dengan resmi