Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2014

PENANGGUNG DERITA MASA LALU

            “Jadi, ini ya, istrinya?” tanya wanita cantik di depanku. Dalam dekapannya ada seorang bayi belum genap setahun tak kalah menggemaskan. Bisa kupastikan umur wanita itu mendekati kepala tiga. Kudengar ia memang paling populer di sekolah suamiku dulu.             Aku tersenyum sopan sambil mengulurkan tangan, atau tepatnya membalas uluran tangannya dan menggumamkan namaku “Yasmine ...”             Percakapan basa-basi itu bertahan cukup lama. Berapa anggota keluarga, aktivitas harian dan di mana tinggal saat ini. Aku yang sejak tadi menjawab seadanya, ditimpali  sedikit guyonan suamiku. Maklum saja, ini reuni, tak ada yang formal, semua berusaha secair mungkin, tak ubahnya dulu ketika masa-masa SMA yang tak terlupakan. Bagiku sendiri, ini bukanlah hal yang sulit. Sejak awal menikah kami sudah terbiasa, teman suamiku adalah temanku dan begitu sebaliknya. Aku termasuk pribadi yang luwes berteman. Menguasai banyak kosa kata dan topik yang menarik, tapi hari ini, tiba

DOMPET HITAM, JILBABER, DAN MUSALA KAMPUS

“Kak!” sebuah suara yang entah milik siapa, “Kak, ada ngeliat dompet hitam, nggak?” Sadar pertanyaan itu ditujukan padaku, aku mencoba menghentikan langkah sejenak dan mulai menolehkan wajah ke belakang. Hanya memutar separuh badan, sebab aku musti gegas menuju masjid, kajian sekaligus rapat sore itu hampir dimulai. Kuamati sebentar sosok anak lelaki di belakangku. Seorang mahasiswa, memakai  kemeja dan jeans hitam, ransel, sepatu kets putih dengan motif garis coklat di sampingnya. Jerawatan, tipikal kulit berminyak, lengkap dengan rona memelas menghias wajahnya. “Maaf, nggak ada,” jawabku sekenanya sambil mulai mengambil aba-aba untuk mulai melangkah lagi. Matahari sepenggalah. Siang di bulan Juli itu cukup terik, jalanan di samping Lapangan Tugu sepi sekali. Lain lagi kalau sudah sore, di sepanjang pinggiran Lapangan Tugu Darussalam, berderet gerobak-gerobak sorong aneka minuman dan makanan. Dari mulai cendol, air kelapa muda, es krim, siomay, bakso goreng, dan lain-lai

Air Mata Itu Milik Wafa

Kubaca ulang SMS Ita yang masuk tadi pagi, “ Yun, kamu bener butuh kerjaan kan? Sama aku ada, nih. Pokoknya gaji balance sama kerjaan... ” Hingga malam ini, pesan singkat itu belum kubalas. Sejak awal kuliah aku memang sudah terbiasa bekerja part time , tapi dua bulan belakangan ini terasa makin tak nyaman bekerja di toko Pameo, sebuah toko khusus menjual segala macam aksesoris perempuan.             Seminggu cuma bengong saja di kampung halaman, sementara jadwal kuliahku melompong karena aku masih nonaktif. Aku pikir tak ada salahnya menanggapi tawaran Ita, jadi kutanyakan langsung saja jenis pekerjaannya.             “ Yee, dari kemarin aku tunggu balasan kamu, Yun. Jd bb sitter, mau kan? ” balas Ita beberapa menit kemudian. Sepertinya ia memang sudah menunggu tanggapan dariku. Hm, kalau sekedar jadi nanny , insya Allah aku bisa. Bukan hanya karena latar belakang pendidikanku di kebidanan, atau karena aku punya banyak ponakan yang sering aku urusi tetek bengek-nya. Palin