Langsung ke konten utama

Oh, Pollyanna! Aku Benar-Benar Terpesona!

Oh, Pollyanna! Aku Benar-Benar Terpesona! Efek membaca novel klasik, tiba-tiba saja aku ingin menghujani orang di sekitarku dengan kata-kata berupa pertanyaan atau pernyataan biasa, tapi disampaikan dengan cara bertutur yang puitis. Tiba-tiba ingin berbicara dan menulis dengan menirukan sedikit ‘gaya’-nya.

Tentu tidak bermaksud mem-plagiat. Ini hanya menggambarkan betapa besar efek sebuah cerita yang isi dan cara penyampaiannya sungguh berbobot. Tentu saja! Kalau tidak, mana mungkin cerita tersebut bisa menjadi best seller, menginspirasi banyak orang, diterjemahkan dan dibaca hingga hari ini.

Novel ini dibuat pada tahun 1913 dan sekuelnya menyusul dua tahun kemudian. Novel yang populer di abad 20 dan telah diangkat menjadi film, dipentaskan di Teater Broadway dan sempat memasuki cetakan ke-47 antara tahun 1915 dan 1920, benar-benar tak lekang digerus masa.

Sebenarnya ini novel klasik yang ditujukan untuk anak-anak, tapi sangat direkomendasikan buat orang dewasa. Novel yang menuturkan sebuah kisah anak gadis yang yatim piatu sejak berusia 10 tahun. Sepeninggal ayahnya yang seorang Pendeta, Pollyana kecil diasuh oleh bibinya Miss Polly Harrington yang penuh peraturan dan kaku.

Tidak menunggu lama, Pollyanna yang ceria membuat orang-orang di sekitarnya turut bahagia. Ia menularkan pada mereka sebuah permainan ‘Sukacita’, sehingga siapa saja tidak menghabiskan waktu dengan mengeluh atau bermuram durja. Menurut Pollyanna, pasti ada sesuatu yang menyenangkan dalam kondisi apapun.

Tak ayal, novel ini mengajak kita bergembira dan ceria mulai dari halaman awalnya. Celoteh-celoteh ringan Pollyanna menegur tanpa menggurui. Ia mengajak bersyukur tanpa mengkhotbahi semua orang di sekitarnya, termasuk pembaca. Memerhatikan rentetan kata yang memikat, setting dan penokohan yang kuat, pembaca dibuat jadi terikat dan tak ingin melewatkan satu kata pun.

Novel Pollyanna dan sekuelnya, Pollyanna Grows Up, seperti menyihir. Aku tak bisa berhenti membacanya hingga lembar terakhir (dengan membaca profil penulis yang tak lebih dari tiga paragraf singkat berulang-ulang kali).

Aku terus berpikir bagaimana Elannor H. Porter, yang katanya ‘sekadar banting stir dari penyanyi menjadi penulis’, bisa menuangkan ide optimistik-nya dalam rentetan kata yang dijalinnya menjadi cerita sedemikian memesona. Mungkin itu juga sebuah efek dari menulis dengan hati dan mencampakkan kesombongan menggurui. Banyak sekali buku yang isinya bagus tapi tak sanggup kutuntaskan sampai lembar terakhir. Kecuali buku yang harus aku resensi.

Ah, Pollyanna! Betapa aku terpesona dibuatnya. Tak sekedar begitu, alur ceritanya yang tak bisa kutebak (kecuali tiga bab terakhir dari sekuelnya, Pollyanna Grows Up) membuat sensasi penasaran yang menghilangkan jenuh ketika membacanya. Susunan kalimat yang efektif sungguh menyenangkan untuk dibaca. Memang ada satu-dua rentetan dialog yang tak langsung mengena pada inti pembicaraan, tapi justru hal itu membuat daya tarik novel ini semakin memikat.

Belum lagi pesan moral yang tersampaikan berkenaan dengan sebuah energi positif yang sangat bertenaga, mengubah cara pandang akan hidup dan bagaimana harusnya bersikap saat dihadapkan pada situasi tersulit sekalipun. Sebab jalan hidup tak selalu datar tanpa hambatan.

Bagaimana menyingkirkan buruk sangka dengan menggantikannya dengan pikiran yang positif membawa kita pada situasi positif seperti yang telah kita coba bayangkan. Ya, energi positif itu menular ketika kita dengan sungguh-sungguh menanamkan dan mengamalkannya ke dalam bentuk sikap yang menyenangkan. Menjadi pribadi yang bahagia dan menularkan kebahagiaan itu di sekitar kita.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ah Garing!

Aku tidak lagi muda, tapi aku juga belum terlalu tua lho... sudah sejak lama aku memendam hasrat ingin menjadi penulis. Aku memang sering menulis. Tulisan-tulisanku umumnya adalah kejadian sehari-hari dalam hidupku. Semuanya konyol dan tak bermutu saat kubaca ulang. Oh God, aku merasa semakin putus harapan. Apa aku memang terlahir dengan bakat untuk menulis semua tulisan-tulisan tak berbobot sekaligus konyol plus tak layak dibaca.? Sungguh menyedihkan. Siapa nyana dibalik keseringanku menulis ini tak ada satupun tulisan yang bisa memberikanku kepercayaan diri untuk mempublikasikan setelah aku membacanya kembali. Atau sebaiknya semua tulisan yang aku buat tak usah dibaca lagi sehingga tidak menjatuhkan mentalku? Satu hal lagi yang paling bodoh adalah aku sering tidak menyelesaikan tulisanku. Bahkan mungkin tulisan kali inipun tak juga rampung. Tapi entahlah, sebenarnya tak bisa kukatakan entahlah karena semuanya tergantung padaku. Apa aku mau menyelesaikannya atau kutinggal saja sebelu

Curhat Jalan Raya

BUKAN SEMBARANG CURHAT Judul Buku : “CURHAT” JALAN RAYA Penulis : Iva Avianty dkk. Penerbit : Leutika, Yogyakarta, 2010 Harga : Rp 39.000 Tebal : ± 209 hal Kalau ada orang datang ke rumah Anda kemudian curhat tentang polemik keluarga atau kebisingan para tetangga, itu sih, sudah biasa. Tetapi, kalau ada sekumpulan orang yang ngerumpi tentang keadaan jalan raya, baru kita anggap sesuatu yang luar biasa. 30 kisah yang dirangkum dalam buku “Curhat” Jalan Raya ini, bercerita seputar keluh kesah pengguna jalan raya. Mulai dari menghadapi tingkah unik para pengamen, supir angkot, angkot yang super duper unik, polisi Lantas yang mendadak berubah jadi ‘preman berseragam’, jalan raya yang multifungsi alias suka berubah jadi pasar kaget, tempat parkir, Tempat Pembuangan Akhir, sampai jalan raya yang menjadi lokasi konvoi brutal para penganar jenazah di Makassar. Cerita yang disajikan para kontributor dengan berbagai macam gaya menulis ini, setidaknya bisa menjadi gambaran bur