Langsung ke konten utama

Ah Garing!

Aku tidak lagi muda, tapi aku juga belum terlalu tua lho... sudah sejak lama aku memendam hasrat ingin menjadi penulis. Aku memang sering menulis. Tulisan-tulisanku umumnya adalah kejadian sehari-hari dalam hidupku. Semuanya konyol dan tak bermutu saat kubaca ulang.
Oh God, aku merasa semakin putus harapan. Apa aku memang terlahir dengan bakat untuk menulis semua tulisan-tulisan tak berbobot sekaligus konyol plus tak layak dibaca.?
Sungguh menyedihkan. Siapa nyana dibalik keseringanku menulis ini tak ada satupun tulisan yang bisa memberikanku kepercayaan diri untuk mempublikasikan setelah aku membacanya kembali. Atau sebaiknya semua tulisan yang aku buat tak usah dibaca lagi sehingga tidak menjatuhkan mentalku?
Satu hal lagi yang paling bodoh adalah aku sering tidak menyelesaikan tulisanku. Bahkan mungkin tulisan kali inipun tak juga rampung. Tapi entahlah, sebenarnya tak bisa kukatakan entahlah karena semuanya tergantung padaku. Apa aku mau menyelesaikannya atau kutinggal saja sebelum semuanya selesai. Intinya kemauan diri sendiri juga. Tapi itulah konyolnya, aku tidak tau apa yang menjadi kemaunku, hehe, sidikit gila.
Ah tapi siapa bilang begitu, terkadang aku memang tidak bisa merampungkannya karena panggilan profesi mulia selaku lbu RT, telah memanggilku. Wah banyak sekali yang harus dikerjakan. Belum selesai yang satu, maka yang lainnya sudah memanggil, hmm...atau ilmu manajemenku yang kurang mumpuni. Atau otak yang kurang cerdas, atau pikiran yang kurang diasah? Atau gabungan semuanya? Oh Tuhan, ini musibah namanya.
Tunggu!! Satu point lagi yang tak kalah menyebalkan. Aku kerap kehilangan ide di tengah-tengah tulisanku. Yang sering aku dengar dari para penulis adalah “ide mengalir begitu saja, apa lagi kalau sudah memulainya (menulis).”
Aku justrru kerap kehilangan ide setelah aku memulainya. Contohnya, ya, seperti saat ini. Sumpah, aku hampir saja mau menghentikan semuanya karena sejenak tadi aku kehabisan ide. Seperti saat ini ni, ya saat ini, tak ada ide apapun yang terlintas.
Nah saat ini saja, aku sudah kebingungan nih! Sumpah, aku bingung banget mau nulis apa lagi. Kalau mau bukti nih, lihat saja bahasaku mulai kacau dan tak karuan, tapi jari-jari ini terus saja menari-nari menyentuh kibor qwerty di depanku. Karena apa coba? Yah karena anakku masih tidur, makan malam sudah siap, setrikaan sudah rapi, rumah sudah beres.
Mungkinkah karena itu? Lagi-lagi aku juga tak begitu paham, sebentar ya aku akan mencoba men save tulisan ini, tolong jangan terka apapun, apalagi mengatakan kalau aku mulai kehabisan bahan tulisan, karena terkaan itu benar adanya....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MINAT FIKSI DI BULAN INI

Kata-kata tak dibuat, ia berkembang sendiri. Tiba-tiba tulisan itu menggema begitu saja di otakku. Kalimat itu memang kutipan dialog antara Anne dan Phill di buku ketiga seri Anne of Green Gables. Entah kapan tepatnya, aku semakin addict dengan novel klasik. Padahal genre metropop yang baru saja kutuntaskan tak kalah menarik. Tapi setelah menamatkan genre metropop tadi, tak ada keinginan kuat untuk mengulasnya, atau paling tidak untuk memikirkan sususan kalimatnya berulang kali, sebagaimana yang kurasakan setelah menuntaskan novel klasik. Aku tak ingat persis duduk di kelas berapa saat aku tergila-gila pada Tom Sawyer-nya Mark Twain. Buku itu dipinjamkan tetangga sebelah untuk kakak sulungku yang saat itu mengajar di sebuah tsanawiyah swasta yang baru buka. Buku yang sebenarnya milik pustaka sekolah negeri pertama di kampungku itu, masih dalam ejaan lama. Sampulnya menampilkan tiga bocah yang tak terlalu lucu. Salah satunya mengenakan celana over all dan kemeja putih yang l...

Perempuan Itu...

“Nda, barusan teman kantor Ayah telfon, katanya mau minta tolong…” si ayah tiba-tiba sudah di depan pintu begitu aku keluar dari kamar mandi. Dengan pakaian ‘dinas’-nya yang penuh peluh. Kami tadi baru dari farm. Aku meninggalkan mereka yang sedang melakukan anamnesa ternak karena sudah saatnya mandi sore. “Hm, ya… ” jawabku sambil menatapnya sejenak, pertanda menunggu kelanjutan ceritanya. “Ada anak perempuan yang diusir keluarganya karena pregnant diluar nikah. Sekarang sedang terkatung-katung, nggak tau harus kemana… ” “Astaghfirullah… ” “Yah, teman Ayah itu nanya, bisa ditampung sementara di sini, nggak?” Saat ini menjelang maghrib, yang terbayang dibenakku hanya seorang wanita dengan kondisi fisik dan psikis yang labil. “Ya, bawa aja dulu ke sini. Ntar bisa inap di kamar Irsa…” sebenarnya belum tuntas rasa kagetku. Raut wajah kami sama-sama prihatin. Tapi sepertinya kami benar-benar sibuk dengan pikiran masing-masing. Semacam bisikan kemelut antara pro dan kontra. “Ya...